Al-Qur’an dan Toleransi Beragama
Ahmad Atabik
A. Pendahuluan
Setiap muslim berkeyakinan bahwa al-Qur’an merupakan wahyu Allah swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. untuk disampaikan kepada umat manusia sebagai bimbingan hidup. Al-Qur’an disampaikan kepada kaum Muslim untuk dibaca dan dipahami maksud kandungannya. Pembacaan dan pemahaman al-Qur’an menghasilkan pemahaman beragam menurut kemampuan masing-masing. Pemahaman kaum Muslim terhadap al-Qur’an akan melahirkan perilaku yang beragam pula sebagai tafsir al-Qur’an dalam praksis kehidupan, baik pada dataran teologis, filosofis, psikologis, maupun kultural (Syamsuddin, 2007: 12).
Kandungan ayat-ayat Al-Qur’an berbicara tentang berbagai macam pokok ajaran Islam dan aspek-aspek kehidupan; Tuhan, Rasul, alam raya, akhirat, kejadian dan sikap manusia, nafsu, ilmu pengetahuan, amar ma’ruf nahi munkar, pembinaan generasi muda, akhlak, kerukunan hidup antara umat beragama, pembinaan masyarakat dan penegakan disiplin. Namun al-Qur’an bukanlah kitab ilmu pengetahuan dan bukan pula kitab suci yang siap pakai, dalam arti berbagai konsep yang dikemukakan al-Qur’an tersebut tidak langsung dapat dihubungkan dengan berbagai masalah tersebut. Ajaran al-Qur’an tampil dalam sifatnya yang global, ringkas, dan general (Nata, 2002: 2). Al-Qur’an butuh dipahami melalui penafsiran-penafsiran yang telah dilakukan Rasul dan para ulama’ hingga masa sekarang ini.
Di antara tema dan pokok pikiran yang terdapat dalam al-Qur’an adalah tentang toleransi (tasamuh). Pada hakekatnya, al-Qur’an sekalipun tidak pernah menyebut-nyebut kata tasamuh/toleransi secara tersurat hingga kita tidak akan pernah menemukan kata tersebut termaktub di dalamnya. Namun, secara tersirat terdapat ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang konsep toleransi dengan segala batasan-batasannya secara jelas dan gamblang. Oleh sebab itu, ayat-ayat yang menjelaskan tentang konsep toleransi dapat dijadikan rujukan dalam implementasi toleransi dalam kehidupan.
Dalam ajaran Islam, toleransi merupakan sikap yang telah diajarkan oleh Rasul saw. ketika berinteraksi dengan masyarakat Madinah, baik pada sesama muslim maupun kepada non muslim. Oleh karenanya, sikap toleran merupakan perwujudan dari visi akidah Islam dan masuk dalam kerangka sistem teologi Islam. Maka, toleransi beragama harus dikaji secara mendalam dan diaplikasikan dalam kehidupan beragama karena ia adalah suatu keniscayaan sosial bagi seluruh umat beragama dan merupakan jalan bagi terciptanya kerukunan antar umat beragama.
B. Rumusan singkat toleransi dalam al-Qur’an
Secara etimologi toleransi berasal dari kata tolerare (Bahasa Latin) yang berarti saling menanggung dan memikul. Berarti toleran diartikan sebagai sikap saling memikul walau pekerjaan itu tidak disukai; atau memberi tempat kepada orang lain, walaupun kedua belah pihak tidak sependapat (Siagian, 1993: 115). Kata toleran ini lebih kental unsur sosiologisnya daripada teologisnya (Purnomo, 2013: 2). Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata “toleran” yang mempunyai padanan dalam bahasa Inggris tolerance (Kamus Bahasa Indonesia). Toleransi dalam bahasa Arab adalah tasamuh (Mandzur, Lisan al-Arab, Maktabah Syamilah) berarti membiarkan sesuatu untuk dapat saling mengizinkan dan saling memudahkan. Toleransi juga mempunyai arti kesabaran, ketahanan emosional, dan kelapangan dada.
Wacana toleransi selalu dikaitkan dengan wacana teologis, menyangkut iman dan agama. Atau dalam konteks ini toleransi erat kaitannya dengan makna-imperatif agama yang harus mewujudkan diri dalam perbuatan dan tindakan konkret di tengah masyarakat. Dalam wacana teologis, toleransi tidak lain merupakan perwujudan iman yang berlaku dalam setiap tindakan umat beragama. Perwujudan iman tidak pandang bulu agama seseorang. Setiap umat beragama dituntut untuk mewujudkan imannya dalam dataran praksis sehari-hari. Perwujudan imana nyata dalam tindakan baik, rukun, saling mengerti, saling menerima, dan mengembangkan hidup (Purnomo, 2013: 3).
Dalam Al-Qur’an pun banyak konsep-konsep yang membicarakan tentang toleransi. Nilai-nilai toleransi al-Qur’an dibagi dua. Pertama, toleransi kepada sesama muslim, ini merupakan sebuah keniscayaan dan kewajiban wujud persaudaraan yang terikat oleh tali aqidah yang sama. Kedua, toleransi kepada non muslim, toleransi terhadap non muslm juga diperintahkan, karena islam mengajarkan perdamaian baik terhadap muslim dan non muslim. Konsep kerja sama dan toleransi hanya dalam kepentingan duniawi saja, tidak menyangkut kepentingan agama, seperti aqidah.
Konsep-konsep toleransi dalam al-Qur’an adalah:
1. Bersikap toleran terhadap agama lain (QS. Al-Kafirun: 1-5),
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (1) لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3) وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6)
Artinya: Katakanlah: "Hai orang-orang kafir (1), Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah (2), Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah (3), Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah (4), Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah (5), Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku (6) (QS. Al-Kafirun: 1-6)
2. Toleransi merupakan sikap terbuka dan mau mengakui adanya berbagai macam perbedaan, baik dari sisi suku bangsa, warna kulit, bahasa, adapt-istiadat, budaya, bahasa, serta agama.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (13)
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS. Al-Hujurat: 13).
3. Toleransi juga menafikan pemaksaan dalam memeluk Islam.
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ
Artinya: Tidak ada paksaan dalam (menerima) agama (Islam) (QS. Al-Baqarah: 256).
Toleransi berarti tidak memaksa beribadah sesuai agama Islam, namun membiarkan agama lain menjalankan ibadah sesuai ajarannya (QS. Yunus: 40-41) (Rahman, 1996: 203).
وَمِنْهُمْ مَنْ يُؤْمِنُ بِهِ وَمِنْهُمْ مَنْ لَا يُؤْمِنُ بِهِ وَرَبُّكَ أَعْلَمُ بِالْمُفْسِدِينَ (40) وَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقُلْ لِي عَمَلِي وَلَكُمْ عَمَلُكُمْ أَنْتُمْ بَرِيئُونَ مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ (41)
Artinya: “Dan di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepadanya (Al Quran), dan di antaranya ada pula orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Sedangkan Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.”(40), “Dan jika mereka tetap mendustakan Muhammad maka katakanlah,’Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu tidak bertanggung jawab terhadap apa yang aku kerjakan dan aku pun tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan.” (41) (QS. Yusuf: 40-41).
4. Toleransi sesama muslim merupakan kewajiban wujud persaudaraan yang terikat oleh tali aqidah yang sama. إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya: Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat (QS. Al-Hujurat: 10).
5. Toleransi kepada sesama muslim dengan mendahulukan saudaranya atas dirinya sendiri
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya: Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 9).
Kemajemukan merupakan keniscayaan dan suatu hukum alam yang tak akan pernah bisa dirubah ataupun dilawan. Masyarakat majemuk tentu memiliki aspirasi dan budaya yang beranekaragam, mereka memiliki kedudukan yang setara, tidak ada perbedaaan antara kelompok masyarakat satu dengan lainnya (Misrawi, 2007: 46). Dalam kemajemukan ini sikap yang paling ideal adalah sikap toleran antar sesama agama Islam yang beda aliran (NU dan Muhammadiyah) maupun dengan agama lainnya.
Menurut Masykuri Abdillah, untuk mewujudkan dan mendukung sikap pluralisme, diperlukannya sikap toleransi. Meskipun hampir semua masyarkat mengakui adanya kemajemukan sosial, tapi dalam kenyataannya, permasalahan intoleransi baik dalam hubungan ras, etnis, suku, maupun agama, masih sering muncul dalam suatu masyarakat di dunia. Terkadang, konflik ini didominasi langsung oleh agama dan ras, seperti dalam konflik Palestina-Israel (Abdillah, 2001:12).
Senada diungkapkan Abd. A’la, konflik dan semacamnya yang ditimbulkan oleh kurangnya toleransi dalam berbudaya dan beragama baik dalam skala nasional maupun internasional mengalami eskalasi yang cukup tajam. Konflik yang terus menajam itu ditimbulkan oleh sikap eksklusif kelompok, serta pada saat yang sama kurang mampunya mereduksi deversitas ke dalam penyeragaman sesuai dengan keinginan kelompok itu sendiri (A’la, 2002: 33).
Daftar Pustaka
Sahiron Syamsuddin, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, Yogyakarta: Teras, 2007.
Abudin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir Ayat-Ayat Tarbawiy), Jakarta: Raja Grafindo Jaya, 2002.
S. H. Siagian, Agama-Agama di Indonesia, Semarang: Satya Wacana, 1993.
Aloys Budi Purnomo, Membangun Teologi Inklusif-Pluralistik, Jakarta: Kompas, 2013.
Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab, lafaz tasamuh berasal dari maddah sa-ma-ha, Maktabah Syamilah.
Fazlur Rahman, Tema-Tema Pokok Al-Qur’an, Bandung: Pustaka, 1996.
Masykuri Abdillah, “Pluralisme dan Toleransi” dalam buku Pluralitas Agama: Kerukunan dalam Keragaman, Jakarta: Kompas, 2001.
Zuhari Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi, Jakarta: Penerbit Fitrah, 2007.
Abd. A’la, “Menolak Homogenitas, Mengembangkan Pluralisme Agama” dalam buku Melampaui Dialog Agama, Jakarta: Kompas, 2002.
Kamus Besar Bahasa Indonesia